Sunday, September 26, 2010

paradoks portugal...


Preface for paradox
This part of note is an instrument for acknowledging the readers about differences among nations, states, races, religions, which included into global world elements. No judging or final statement, only describing the irony.  

paradoks portugal...
Ada yang menarik pada buku tetralogi Andrea Hirata, serial auto-fiksi biografi yang booming pasca terbitnya Laskar Pelangi,.. Ia tidak segan untuk membuat penekanan pada kejadian-kejadian minor yang terkesan lucu, namun bermakna dalam untuk direnungi lebih jauh.. Bagi anda penikmat bukunya, tentu tidak asing pada istilah "penyakit gila no. skian..dst.." demi menekankan fokus pada karakter aneh yang bisa membuat kepala geleng-geleng dengan sendirinya..

Begitupula dengan istilah paradoks,, istilah yang sering disebutkan untuk menandai ironi yang terjadi dalam diri pribadi seorang Andrea, maupun ironi yang terjadi pada bangsa ini... hal yang sama kurasakan selama berada di Portugal, paling tidak selama kurang lebih 1 minggu...

Sejak pindah dari Residencia Sta. Tecla (milik universitas), kami harus menempati apartemen berkamar 'cuma' 2 (ada tukar guling living room dengan kamar yang sesungguhnya, demi menjaga keleluasaan tidur 4 orang sekaligus)... meskipun mensyukuri apa yang akhirnya kami peroleh (mengingat sulitnya memperoleh apartemen yang offer-able buat stay 6 bulan), kekurangan mengenaskan ada pada ketiadaan listrik, air, dan gas.. untuk hari-hari awal... Kita sepakat bahwa hidup tanpa listrik dan gas masih memungkinkan untuk nyaman (makin dibuktikan dengan adanya aliran listrik 2 hari kemudian, acara masak tetap lancar meski tanpa gas), namun keberadaan air sangat-sangatlah penting...

Justru berawal dari kesepakatan ide tersebut, entah mengapa aliran air tidak kunjung terpasang di apartemen... Disitulah aku menemukan paradoks berikutnya di Portugal (ada begitu banyak paradoks, but not texted yet).. Di Eropa, regional dunia yang menjunjung tinggi kesejahteraan warganya, jauh dari yang namanya penelantaran terhadap penduduk, kami justru tidak mendapatkan akses yang cukup terhadap air... Pada satu malam kami bahkan pernah 'memborong' air dari mall seberat 120 liter, hanya untuk memenuhi kebutuhan akan minum, masak, dan mandi selama 1-2 hari... Beberapa hari kemudian, kami menemukan sumber air gratis yang buka diatas jam 9.30 malam,, dan disanalah kami mengusung air dengan menggunakan galon 5 liter bekas, maksimal 3 galon semalam... ada celetukan ringan namun penuh makna sebelum akhirnya 22 Agustus air mengalir ke apartemen, "tak disangka, kita mengalami situasi serupa masyarakat Gunung Kidul yang kekurangan air, justru di Eropa."

Thats what we call as a paradox...

No comments:

Post a Comment