Wednesday, September 29, 2010

2nd paradox in Portugal…


Preface for paradox

This part of note is an instrument for acknowledging the readers about differences among nations, states, races, religions, which included into global world elements. No judging or final statement, only describing the irony.
 

2nd paradox in Portugal…

Shock culture is a usual thing when you go abroad; leaving your base-community, which has similar values and sights. That’s what actually happening on me since the first time I saw this country, Portugal. Not all are different, but much things are there.

No matter how simple is it, differences about attitudes will felt significantly. Furthermore if it related with the most sacred ritual of human, eat. Every person are banned to get burp (saltpeter) after eating, it such an impolite attitude around Portugal, generally, or maybe in the whole Europe (I had informed while took table manner course in my home university). It may more impolite rather than fart, also. It can disturbing other people while eating.

In Indonesia, although burping also looks like uncivilized, but it still respected as a satisfied expression after eating. As an Indonesian which has no doubt about this, the Portuguese reaction upon it sometimes are too reactive for me. However, I can accept it if should be banned because disturbing others while eat; Portuguese logic reason.

On the other hand, there is another culture which shocking eastern viewer like me. It is ‘legal’ for each couple here to do lip-kiss (often added with other moves which are done privately on usual) at public area, which can be showed freely by others surround them. There are general regulation for keep up the private right people in Europe, so that is why others which disturb them can be punished, even they do that because being disturbed upon this vulgar action.

Paradoxically, burping with your own human-right as a people are banned, but kissing even it may triggering sense should be kept??   

Sunday, September 26, 2010

inspiratif,, mungkin???

Entah malam ini menjadi malam keberapa, yang jelas rasa rindu akan kampung halaman mulai terasa. Fasilitas dunia maya semisal facebook, email, yahoo messenger, skype, dan masih banyak lagi yang bahkan baru ku tahu sekarang telah kucoba, karena mereka tiba-tiba menarik perhatian. Jika dulu aku tak peduli, maka kini mereka terasa begitu berharga.

Seketika aku memahami betapa segala sesuatu bermula dari nol. Tiada menjadi ada. Sebagaimana adanya kutub Utara, maka disaat yang sama dapat terlihat arah Selatan. Yin-Yang dalam mitos Cina merupakan pasangan tak terpisahkan. semua bersifat komplementer, bukan subtitusi, dimana berarti ada yang positif berpasangan dengan negatif. Netral. Tidak + atau -, alias nol.

Itulah hidup. Dimana ada kesulitan, disitu ada kemudahan. Dalam kasus hidupku kali ini, dimana ada kemajuan, disitu pula ada kemunduran.
Meskipun belum dan tidak berniat untuk mencapai tahap expert dalam hal jaring-menjaring teman di dunia maya, aku gembira mendapati kini bisa dengan leluasa berhubungan dengan orang-orang terdekat, meskipun berada pada titik terjauh bila ditarik dari sumbu ordinat Indonesia. Mungkin. Namun disisi lain aku merasakan hobi yang baru ini menyita rasa lapar akan ilmu yang kugeluti selama kurang-lebih 3 tahun, bukan apa-apa, rasa ingin tahu yang besar dipadu dengan minimnya ilmu yang dapat kuserap menjadi sumbu rasa lapar itu. Kini perlahan menguap.

Tidak adil meng-kambinghitam-kan sesuatu atas kekurangan yang kita temui di dalam diri, tentu saja. Aku pun berupaya berpikir dewasa dengan berasumsi: 1) ini adalah titik jenuh setelah dibakar sekian lama, tinggal mencari pengganti sepadan yang memiliki kadar tak-jenuh lebih tinggi, 2) lebih simpel, jalani hidupmu yang sekarang dengan semangat menuju-kesempurnaan seperti sebelumnya.  I didnt satisfied with my brain usage-duration.. I lose it if there is no more accelerator!!!

Husnudzan, aku membuka-buka facebook teman, sambil mencari keberadaan teman lainnya (yang mungkin terlupakan, atau melupakanku). Ternyata ada hal menarik, yang meskipun bukan sama sekali hal baru namun isinya menggugah. Aku baru menemukan facebook milik AABP (Anak Agung Banyu Perwita, profesor HI termuda di Indonesia, yang walau bagaimanapun masih menginspirasi jiwa-jiwa kosong anak muda HI Indonesia). Tidak kaget memang menemukannya, namun sekilas melihat profilnya, baru kusadari bahwa dia memiliki tanggal lahir yang sama denganku: 6 Februari.

Its not superficial..tentunya. Namun kemiripan ini lantas mengingatkanku akan impianku yang senantiasa terasa idealis (namun riskan berubah menjadi utopis setiap saat). Segera kudapati diriku berada pada titik nadir kehidupan, hidup banyak orang yang umumnya menghabiskan waktu di dunia hanya untuk mewariskan sebilah papan: fulan/ah bin/ti fulan, lahir sekian, wafat sekian..dan seterusnya. Apakah hidup terlalu berharga untuk dilewatkan, atau terlalu berharga untuk dipaksakan melewati rintangan ujian yang terlampau berat? Setiap orang memiliki jawaban masing-masing.

Salahkah bila aku berniat menggantikan posisi AABP sebagai profesor HI termuda berikutnya??

paradoks portugal...


Preface for paradox
This part of note is an instrument for acknowledging the readers about differences among nations, states, races, religions, which included into global world elements. No judging or final statement, only describing the irony.  

paradoks portugal...
Ada yang menarik pada buku tetralogi Andrea Hirata, serial auto-fiksi biografi yang booming pasca terbitnya Laskar Pelangi,.. Ia tidak segan untuk membuat penekanan pada kejadian-kejadian minor yang terkesan lucu, namun bermakna dalam untuk direnungi lebih jauh.. Bagi anda penikmat bukunya, tentu tidak asing pada istilah "penyakit gila no. skian..dst.." demi menekankan fokus pada karakter aneh yang bisa membuat kepala geleng-geleng dengan sendirinya..

Begitupula dengan istilah paradoks,, istilah yang sering disebutkan untuk menandai ironi yang terjadi dalam diri pribadi seorang Andrea, maupun ironi yang terjadi pada bangsa ini... hal yang sama kurasakan selama berada di Portugal, paling tidak selama kurang lebih 1 minggu...

Sejak pindah dari Residencia Sta. Tecla (milik universitas), kami harus menempati apartemen berkamar 'cuma' 2 (ada tukar guling living room dengan kamar yang sesungguhnya, demi menjaga keleluasaan tidur 4 orang sekaligus)... meskipun mensyukuri apa yang akhirnya kami peroleh (mengingat sulitnya memperoleh apartemen yang offer-able buat stay 6 bulan), kekurangan mengenaskan ada pada ketiadaan listrik, air, dan gas.. untuk hari-hari awal... Kita sepakat bahwa hidup tanpa listrik dan gas masih memungkinkan untuk nyaman (makin dibuktikan dengan adanya aliran listrik 2 hari kemudian, acara masak tetap lancar meski tanpa gas), namun keberadaan air sangat-sangatlah penting...

Justru berawal dari kesepakatan ide tersebut, entah mengapa aliran air tidak kunjung terpasang di apartemen... Disitulah aku menemukan paradoks berikutnya di Portugal (ada begitu banyak paradoks, but not texted yet).. Di Eropa, regional dunia yang menjunjung tinggi kesejahteraan warganya, jauh dari yang namanya penelantaran terhadap penduduk, kami justru tidak mendapatkan akses yang cukup terhadap air... Pada satu malam kami bahkan pernah 'memborong' air dari mall seberat 120 liter, hanya untuk memenuhi kebutuhan akan minum, masak, dan mandi selama 1-2 hari... Beberapa hari kemudian, kami menemukan sumber air gratis yang buka diatas jam 9.30 malam,, dan disanalah kami mengusung air dengan menggunakan galon 5 liter bekas, maksimal 3 galon semalam... ada celetukan ringan namun penuh makna sebelum akhirnya 22 Agustus air mengalir ke apartemen, "tak disangka, kita mengalami situasi serupa masyarakat Gunung Kidul yang kekurangan air, justru di Eropa."

Thats what we call as a paradox...